Bab 5
BAB 1
PENDAHULUAN
Menurut
Kitab Undang Undang Hukum PerdataPerjanjian
menurut Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata berbunyi :
“Suatu
Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Ketentuan pasal ini sebenarnya
kurang begitu memuaskan, karena ada beberapa kelemahan. Kelemahan- kelemahan
itu adalah seperti diuraikan di bawah ini:
a) Hanya
menyangkut sepihak saja, hal ini diketahui dari perumusan, “satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”.
b) Kata
perbuatan mencakup juga tanpa consensus
c) Pengertian
perjanjian terlalu luas
d) Tanpa
menyebut tujuan
e) Ada bentuk
tertentu, lisan dan tulisan
f) Ada syarat-
syarat tertentu sebagai isi perjanjian, seperti disebutkan di bawah ini:
1.
syarat ada persetuuan kehendak
2.
syarat kecakapan pihak- pihak
3.
ada hal tertentu
4.
ada kausa yang halal
1. Menurut
RuttenPerjanjian adalah perbuatan hokum yang terjadi sesuai dengan
formalitas-formalitas dari peraturan hukum yang ada, tergantung dari
persesuaian pernyataan kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk
timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain
atau demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak secara timbal balik.
3. Menurut adat Perjanjian menurut adat disini adalah perjanjian dimana pemilik rumah memberikan ijin kepada orang lain untuk mempergunakan rumahnya sebagai tempat kediaman dengan pembayaran sewa dibelakang (atau juga dapat terjadi pembayaran dimuka).
BAB 2
ISI
HUKUM PERJANJIAN
A.
Pengertian Hukum Perjanjian
1.
Menurut Kitab Undang Undang Hukum PerdataPerjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum
Perdata berbunyi :
“Suatu
Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Ketentuan pasal ini sebenarnya
kurang begitu memuaskan, karena ada beberapa kelemahan. Kelemahan- kelemahan
itu adalah seperti diuraikan di bawah ini:
a) Hanya menyangkut
sepihak saja, hal ini diketahui dari perumusan, “satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”.
b) Kata
perbuatan mencakup juga tanpa consensus
c) Pengertian
perjanjian terlalu luas
d) Tanpa
menyebut tujuan
e) Ada bentuk
tertentu, lisan dan tulisan
f) Ada syarat-
syarat tertentu sebagai isi perjanjian, seperti disebutkan di bawah ini:
1.
syarat ada persetuuan kehendak
2.
syarat kecakapan pihak- pihak
3.
ada hal tertentu
4.
ada kausa yang halal
2. Menurut
RuttenPerjanjian adalah perbuatan hokum yang terjadi sesuai dengan
formalitas-formalitas dari peraturan hukum yang ada, tergantung dari
persesuaian pernyataan kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk
timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain
atau demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak secara timbal balik.
3. Menurut adat Perjanjian menurut adat disini adalah perjanjian dimana pemilik rumah memberikan ijin kepada orang lain untuk mempergunakan rumahnya sebagai tempat kediaman dengan pembayaran sewa dibelakang (atau juga dapat terjadi pembayaran dimuka).
B.
Syarat – Syarat Sah Hukum Perjanjian
Hukum
adalah sebuah system yang menetapkan suatu tingkah laku yang diperbolehkan,
dilarang, atau yang harus dikerjakan. Berikut ini syarat sah hukum perjanjian
yang penting dicatat, yaitu :
Terdapat
kesepakatan antara dua pihak ;
Kedua
pihak mampu membuat sebuah perjanjian ;
Terdapat
suatu hal yang dijadikan perjanjian ;
Hukum
perjanjian dilakukan atas sebab yang benar.
Selain poin
diatas, sebuah perjanjian dapat dilaksanakan apabila telah memenuhi dasar dan
syarat – syaratnya. Berikut ini merupakan syarat sah sebuah perjanjian yang
harus diperhatikan. ;
1.
Keinginan Bebas dari Pihak Terkait
Yang
berarti bahwa pihak – pihak yang terlibat tidak dalam unsur paksaan, ancaman,
maupun segala hal yang berbau tipu daya.
2.
Kecakapan dari Pembuat Perjanjian
Perjanjian
harus dibuat oleh pihak – pihak yang secara hukum dianggap cakap untuk
melakukan tindakan hukum. Contoh yang tidak cakap dalam melakukan tindakan
hukum antara lain anak – anak, orang cacat, dll
3.
Ada Objek yang diperjanjikan
Perjanjian
harus bersifat nyata / tidak fiktif
C.
Macam – Macam Hukum Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional pada hakekatnya merupakan suatu
tujuan atau agreement. Bentuk perjanjian internasional yang dilakuka
antarbangsa maupun antarorganisasi internasional ini tidak harus berbentuk
tertulis. Dalam perjanjian internasional ini ada hukum yang mengatur perjanjian
tersebut. Dalam perjanjian internasional terdapat istilah subjek dan obyek.
Yang dimaksud subjek perjanjian internasional adalah semua subjek hukum
internasional, terutama negara dan organisasi internasional. Sedangkan yang
dimaksud dengan obyek hukum internasional adalah semua kepentingan yang
menyangkut kehidupan masyarakat internasional, terutama kepentingan ekonomi,
sosial, politik, dan budaya.
a.
Perjanjian Internasional Bilateral, yaitu Perjanjian Internasional
yang jumlah peserta atau pihak-pihak yang terikat di dalamnya terdiri atas dua
subjek hukum internasional saja (negara dan / atau organisasi internasional,
dsb). Kaidah hukum yang lahir dari perjanjian bilateral bersifat khusus
dan bercorak perjanjian tertutup (closed treaty), artinya kedua pihak harus
tunduk secara penuh atau secara keseluruhan terhadap semua isi atau pasal dari
perjanjian tersebut atau sama sekali tidak mau tunduk sehingga perjanjian
tersebut tidak akan pernah mengikat dan berlaku sebagai hukum positif, serta
melahirkan kaidah-kaidah hukum yang berlaku hanyalah bagi kedua pihak yang
bersangkutan. Pihak ketiga, walaupun mempunyai kepentingan yang sama baik
terhadap kedua pihak atau terhadap salah satu pihak, tidak bisa masuk atau ikut
menjadi pihak ke dalam perjanjian tersebut.
b. Perjanjian Internasional Multilateral, yaitu Perjanjian Internasional yang peserta atau pihak-pihak yang terikat di dalam perjanjian itu lebih dari dua subjek hukum internasional. Sifat kaidah hukum yang dilahirkan perjanjian multilateral bisa bersifat khusus dan ada pula yang bersifat umum, bergantung pada corak perjanjian multilateral itu sendiri. Corak perjanjian multilateral yang bersifat khusus adalah tertutup, mengatur hal-hal yang berkenaan dengan masalah yang khusus menyangkut kepentingan pihak-pihak yang mengadakan atau yang terikat dalam perjanjian tersebut. Maka dari segi sifatnya yang khusus tersebut, perjanjian multilateral sesungguhnya sama dengan perjanjian bilateral, yang membedakan hanya dari segi jumlah pesertanya semata. Sedangkan perjanjian multilateral yang bersifat umum, memiliki corak terbuka. Maksudnya, isi atau pokok masalah yang diatur dalam perjanjian itu tidak saja bersangkut-paut dengan kepentingan para pihak atau subjek hukum internasional yang ikut serta dalam merumuskan naskah perjanjian tersebut, tetapi juga kepentingan dari pihak lain atau pihak ketiga. Dalam konteks negara, pihak lain atau pihak ketiga ini mungkin bisa menyangkut seluruh negara di dunia, bisa sebagian negara, bahkan bisa jadi hanya beberapa negara saja. Dalam kenyatannya, perjanjian-perjanjian multilateral semacam itu memang membuka diri bagi pihak ketiga untuk ikut serta sebagai pihak di dalam perjanjian tersebut. Oleh karenanya, perjanjian multilateral yang terbuka ini cenderung berkembang menjadi kaidah hukum internasional yang berlaku secara umum atau universal.
SAAT LAHIRNYA
PERJANJIAN
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai
arti penting bagi :
- kesempatan penarikan kembali penawaran;
- penentuan resiko;
- saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
- menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata
dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak
lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak
terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat
konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak
atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan
memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang
menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat
sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring)
antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran
(offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi
(acceptatie).
Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan
kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang
menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk
menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat
atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain
kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
b. Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi
adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan
tanggal lahirnya kontrak.
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada
saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada
saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau
dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat
si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
Pembatalan dan Pelaksanaan Perjanjian
Pengertian pembatalan dalam uraian
ini mengandung dua macam kemungkinan alasan, yaitu pembatalan karena tidak
memenuhi syarat subyektif, dan pembatalan karena adanya wanprestasi dari
debitur.
Pembatalan dapat dilakukan dengan
tiga syarat yakni:
1) Perjanjian harus bersifat
timbale balik (bilateral)
2) Harus ada wanprestasi (breach of
contract)
3) Harus dengan putusan hakim
(verdict)
Pelaksanaan Perjanjian
Yang dimaksud dengan pelaksanaan
disini adalah realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah
diperjanjikan oleh pihak- pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Pelaksanaan perjanjian pada dasarnya menyangkut soal pembayaran dan penyerahan
barang yang menjadi objek utama perjanjian. Pembayaran dan penyerahan barang
dapat terjadi secara serentak. Mungkin pembayaran lebih dahulu disusul dengan
penyerahan barang atau sebaliknya penyerahan barang dulu baru kemudian pembayaran.
Pembayaran
1) Pihak yang melakukan pembayaran
pada dasarnya adalah debitur yang menjadi pihak dalam perjanjian
2) Alat bayar yang digunakan pada
umumnya adalah uang
3) Tempat pembayaran dilakukan
sesuai dalam perjanjian
4) Media pembayaran yang digunakan
5) Biaya penyelenggaran pembayaran
Penyerahan Barang
Yang dimaksud dengan lavering atau
transfer of ownership adalah penyerahan suatu barang oleh pemilik atau atas
namanya kepada orang lain, sehingga orang lain ini memperoleh hak milik atas
barang tersebut. Syarat- syarat penyerahan barang atau lavering adalah sebagai
berikut:
1) Harus ada perjanjian yang
bersifat kebendaan
2) Harus ada alas hak (title),
dalam hal ini ada dua teori yang sering digunakan yaitu teori kausal dan teori
abstrak
3) Dilakukan orang yang berwenang
mengusai benda
4) Penyerahan harus nyata
(feitelijk)
Penafsiran dalam
Pelaksanaan Perjanjian
Dalam suatu perjanjian, pihak-
pihak telah menetapkan apa- apa yang telah disepakati. Apabila yang telah
disepakati itu sudah jelas menurut kata- katanya, sehingga tidak mungkin
menimbulkan keraguan- keraguan lagi, tidak diperkenankan memberikan pengewrtian
lain. Dengan kata laintidak boleh ditafsirkan lain (pasal 1342 KUHPdt). Adapun
pedoman untuk melakukan penafsiran dalam pelaksanaan perjanjian, undang- undang
memberikan ketentuan- ketentuan sebagai berikut:
1) Maksud pihak- pihak
2) Memungkinkan janji itu
dilaksanakan
3) Kebiasaan setempat
4) Dalam hubungan perjanjian
keseluruhan
5) Penjelasan dengan menyebutkan
contoh
6) Tafsiran berdasarkan akal sehat
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Sebuah perjanjian dapat
dilaksanakan apabila telah memenuhi dasar dan syarat – syaratnya. Berikut ini
merupakan syarat sah sebuah perjanjian yang harus diperhatikan. ;
1.
Keinginan Bebas dari Pihak Terkait
Yang
berarti bahwa pihak – pihak yang terlibat tidak dalam unsur paksaan, ancaman,
maupun segala hal yang berbau tipu daya.
2.
Kecakapan dari Pembuat Perjanjian
Perjanjian
harus dibuat oleh pihak – pihak yang secara hukum dianggap cakap untuk melakukan
tindakan hukum. Contoh yang tidak cakap dalam melakukan tindakan hukum antara
lain anak – anak, orang cacat, dll
SAAT LAHIRNYA
PERJANJIAN
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai
arti penting bagi :
- kesempatan penarikan kembali penawaran;
- penentuan resiko;
- saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
- menentukan tempat terjadinya perjanjian.
DAFTAR PUSTAKA :
Nama : Chitra Amalia Winarsyah
Kelas : 2 EB 24
NPM : 21212597
Aspek hukum dalam ekonomi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar